Monday, January 12, 2009

GEJALA KEJIWAAN SESEORANG PEMBELAJAR MATEMATIKA BERDASARKAN GENDER

Pendahuluan

Bagi sebagian banyak orang menganggap bahwa Matematika merupakan pelajaran yang membosankan dan tidak mudah untuk menyelesaikannya. Namun orang itu berbeda-beda karakternya dan berbeda pula kemampuannya. Sebenarnya Matematika tidaklah sulit dan menakutkan bagi yang suka dengan Matematika. Pada dasarnya pelajaran, entah Matematika ataupun yang lain, itu sama saja. Setiap pelajaraan memiliki kerumitan atau kemudahan sendiri-sendiri dalam mengerjakannya.

Sudah menjadi mitos bahwa Matematika itu menakutkan. bagaimana Matematika bias menjadi suatu momok yang menakutkan, seprti halnya pelajaran yang lain.

Kaum pecinta Matematika terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun seberapa besar perbandingannya belum diketahui. Menurut para peneliti laki-lakilah yang banyak menjadi kaum pecinta Matematika daripada perempuan. Namun apakah hal tersebut benar terjadi? Perbedaan gender ( laki-laki dan perempuan ) mempengaruhi prestasi belajar dalam kelas. Hal tersebut juga mempengaruhi dalam bidang Matematika. Apakah benar?

Untuk mengetahui perbedaan kepandaian dalam bidang Matematika antara laki-laki dan perempuan, maka saya membuat angket atau kuisoner dan soal Matematika pada beberapa siswa SMA. Namun penelitian ini hanya melibatkan beberapa sample saja.

Dasar Teori

Manusia diciptakan pria dan wanita, gender merupakan jenis kelamin yang membedakannya. Kelas merupak tempat dimana anak belajar prilaku yang sesuai untuk anak laki-laki dan perempuan. Proses belajar gender secara formal dimulai pada saat anak masuk sekolah dan berlanjut selama anak menempuh masa pendidikannya. Perbedaan prilaku terhadap anak laki-laki dan perempuan di kelas menimbulkan ketimpangan gender. Ketimpangan gender di dalam pendidikan di sekolah ini menghasilkan perbedaan kedua gender, yang menggangu keduannya.

Hubungan antara gender dan prestasi anak di kelas banyak menarik minat para peneliti. Pola-pola interaksi antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, isi kurikulum serta ujian ditengarai menunjukan bias gender. Menurut Gallagher ( 2001 ), meskipun l laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan fisik, emosianal, intelektual, namun sebenarnya tidak ada bukti yang berhubungan dengan hal tersebut. Prestasi akademik tidak dapat dijelaskan melalui perbedaan biologis. Faktor social dan cultural merupakan alas an utama yang menyebabkan terdapat perbedaab gender dalam prestasi akademik. Factor-faktor tersebut meliputi familiaritas siswa dengan mata pelajaran, perubahan aspirasi pekerjaan, persepsi terhadap mata pelajaran khusus yang dianggap tipikal gender tertentu, gaya penampilan laki-laki dan perempuan, serta harapan guru.

Sebagian guru memperlakukan siswa laki-laki dan perempuan secara berbeda. Meskipun pada umumnya perempuan memiliki prestasi yang lebih baik di sekolah dasar, perempuan seringkali kehilangan prestasi di sekolah menengah, kususnya dalam mata pelajaran sains dan matematika. Padahal peneliti pada kemampuan kognitif dari laki-laki dan perempuan sejak lahir sampai dewasa, tidak ada yang menemukan bahwa laki-laki memiliki bakat intrinsic yang lebih besar dalam matematika dan sains. Nampaknya mitos bahwa perempuan tidak bias mengerjakan matematika, membuat siswi perempun kurang serius pada matematika, dan kurang baik dalam mengerjakanna. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya stereotip gender yang ada, yaitu anak laki-laki didorong untuk mencapai prestasi, sementara anak perempuan didorong untuk aktifitas-aktifitas pengasuhan.

Bagaiman guru berinteraksi dengan siswa-siswanya juga mengundang rasa ingin tahu para peneliti. Sebuah hasil penelitian menunjukan bahwa guru memberikan perhatian lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Hasil penelitian tersebut kususnya dapat dilihat pada pelajaran matematika dan sains.

Sadkers ( dalam Elliot, 1999 ) dalam sebuah penelitiannya melaporkan bahwa siswa laki-laki lebih mendominasi dalam diskusi. Laki-laki berbicara 8 kali lebih banyak dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Krupnick yang menemukan bahwa siswa laki-laki lebih aktif berpendapat di dalam kelas disbanding perempuan. Nampaknya hal tersebut tidak terlepas dari perbedaan perlakuan guru. Sadkers menemukan bahwa pada saat siswa laki-laki berkomentar dalam diskusi, meskipun komentar tersebut tidak relevan guru selalu merespon mereka dengan baik. Di sisi lain pada saat siswa [erempuan berkomentar, guru sering mengingatkan akan aturan-aturan dalam berbicara. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa harga diri siswa perempuan lebih rendahpada sekolah koedukasi dari pada sekolah satu jenis kelamin. Siswa perempuan memiliki kekawatiran yang lebih tinggi untuk melakukan kesalahan.

Hipotesis

Menurut saya pelajaran Matematika merupakan pelajaran yang menyenangkan dan mengasikan. Pendapat bahwa Matematika itu membosankan dan sulit itu tidak seratus persen benar. Memang kadang kala persoalan Matematika sulit dipecahkan dan butuh kerja otak yang keras, namun tidak semua seperti itu. Matematika adalah ilmu pasti, jadi orang yang suka dengan Matematika adalah orang-orang yang suka kepastian dan tidak suka bertele-tele.

Mengapa orang tidak suka dengan pelajaran Matematika, karena factor social dan cultural merupakan salah satu alasannya. Sebagai contoh yaitu mitos bahwa Matematika itu menakutkan, itu membuat orang tidak suka dengan Matematika. Karena persepsi sudah seperti itu jadi untuk menyelesaikan permasalahan jadi susah, karena sudah tidak suka terlebih dahulu. Sebenarnya apabila kita menganggap kalau Matematika itu biasa saja atau tidak menakutkan, lebih-lebih menyukai Matematika, maka kita akan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut. Jadi jangan beranggapan kalau Matematika itu menakutkan.

Laki-laki dan perempun memanglah berbeda, namun dalam perlakuan seharusnya tidak dibedakan. Kususnya di kelas, agar tidak terjadi ketimpangan gender, maka harus diperlakukan sama. Ketimpangan gender tersebut tidak baik untuk laki-laki dan perempuan, karena dapat mengakibatkan pengaruh pada anak tersebut. Namun sepertinya perbedaan gender juga membawa perbedaan pada prestasi di kelas, khususnya matematika. Pada masa anak-anak perempuan lebih menonjol kepintarannya dibandingkan dengan anak laki-laki. Setelah masa remaja anak perempuan menurun kepandaiannya. Sepengamatan saya, sejak SD, SMP, dan SMA perempuan nilai-nilai pelajarannya lebih bagus dan lebih cerdas dibandingkan dengan siswa yang laki-laki.

Menurut saya perempuan memang lebih pintar disbanding dengan laki-laki, bukan berarti saya memuji kaum saya, namun itu merupakan persepsi saya. Di sekola-sekolahan biasanya yang menjadi juara kelas adalah siswa perempuan, siswa laki-laki juga ada, namun hanya beberapa.

Memang laki-laki lebuh besar dan kuat, namun belum tentu laki-laki itu lebih pandai dibandingkan dengan perempuan. Anak perempuan lebih rajin, kususnya dalam mengarjakan tugas-tugas dibandingkan denagan anak laki-laki. Pada masa pertumbuhanperempuan mengalami penurunan sedangkan laki-laki justru meningkat. Menurut saya laki-laki lebih suka pelajaran yang menggunakan praktek, seperti olahraga dan seni. Sedangkan permpuan lebih suka pelajaran yang membutuhkan banyak pemikiran. Karena laki-laki tipenya tidak suka pemikir, sukanya yang simple-simple saja. Ini berbeda dengan teori yang saya tulis sebelumnya.

Laki-laki memiliki agresi lebih dibanding perempuan dan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi. Sehingga itu yang membuat laki-laki lebih menoncol saat diskusi atau memberikan pendapatnya. Pada sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama kadang-kadang perempun terlihat menonjol, kadang pula menurun.

Dari pengalaman, guru lebih perhatian kepada murid laki-laki, karena siswa laki-laki kurang bias memahami pelajaran. Kususnya pada pelajaran matematika dan sains siswa laki-laki lebih memerlukan pendekatan.

Jadi, menurut saya siswa perempuan tetap lebih pandai dari siswa laki-laki, dalam pelajaran sains, matematika, dll. Namun gender bukan harga mutlak kepandaian seseorang. Hanya saja kebanyakan orang yang pandai atau suka matematika adalah perempuan. Semua itu tergantung pada individu dan pribadi masing-masing.

Pembahasan

Saya membuat angket atau kuisoner hanya empat buah, karena saya hanya mengambil sample sabagian saja. Pada awalnya angket tersebut akan diisi oleh dua laki-laki dan dua perempuan, agar seimbang. Namun pada ahirnya target tersebut tidak terpenuhi. Yang lebihbanyak mengisi adalah perempuan.

Dari situ terlihat bahwa anak perempuan lebih rajin dan aktif. Anak laki-laki malas-malasan dan tidak rajin mengerjakan tugas. Hal-hal yang sepele tidak diperhatikan oleh anak laki-laki. Namun anak laki-laki lebih mengharagi hal-hal kecil dan mau mangerjakan apa pun yang dihadapi.

Saat melihat soal yang saya ambil dari buku, yang harus dikerjakan oleh mereka, mereka menunjukan ekspresi kaget. Soalnya mengenai deret geometrid an kekongruenan. Tidak semua menjawab pertanyaan tersebut. Hanya ada satu anak perempuan yang menjawabnya. Anak laki-lakinya tidak mau dan tidak bias mengerjakan.

Sample yang diguanakan adalah siswa kelas X SMA N 2 Yogyakarta. Ketiga sample adalah Irma L. , V. Apriliana, Ichasan E. Semuanya berusia rata-rata 16 tahun. Pendapat dan cara belajar matematika mereka pun bermacam-macam. Berikut ini akan saya uraikan pendapat mereka satu persatu.

Menurut Irma, yang sering pindah sekolah ini pelajaran yang ia sukai adalah matematika, IPA, bahasa, seni. Pelajaran yang tidak disukai bagi dia tidak ada. Ini berbeda dengan teori yang telah dikemukakan tadi, bahwa perempuan tidak menyukai matematika dan sains, nyatanya ia tidak berpendapat demikian. Ia suak sekali dengan pelajaran matematika karena menurutnya matematika itu menyenagkan dan tidak menakutkan.”Pelajaran matematika itu sebenarnya tidak sulit, matematika membutuhkan kepahaman dan ketelitian, matematika merupakan telka-taki yang menyenangkan yang harus dipecahkan.”demikain kata Irma. Memang anak ini terlihat pintar matematika ia suak belajar matematika karena dapat mengasah IQ dan matematika dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami dan mengetahui rumus atau cara memecahkan suatu persoalan, Irma belajar matematika. Menurut ia harus banyak mengerjakan soal-soal matematika agar terbiasa dan mengerti.

Anak kedua adalah V. Apriliana, pelajaran yang ia suakai adalah matematika. Pelajaran yang tidak ia sukai adalah sejarah. Ternyata perempuan ini juga suka pelajaran matematika yang merupakan pelajaran maskulin. Menurutnya matematika itu menyenangkan dan tidak menakutkan, untuk itu ia suka pelajaran matematika. Pelajaran matematika itu asik kalau sudah menemukan jawabannya, katanya.

Yang terahir adalah Ichsan, yang merupakan satu-satunya laki-laki. Laki-laki ini menjawab dngan simple-simple. Pelajaran yang ia sukai adalah biologi. Pelajaran yang tidak disukai adalah administrasi. Tetapi ia juga suka dengan matematika. Menurutnya matematika kadang-kadang menyenagkan, kadang-kadang pula menakutkan.

No comments:

Post a Comment